Tracking Back My Lyfe
January 07, 2018
P-I-N-D-A-H
Bicara soal ibukota..
Bicara soal Jakarta..
Melihat bagaimana gemerlapnya, membayangkan betapa kemilaunya, banyak orang bermimpi untuk menjamah tanahnya, tapi tidak dengan gue. Dari kecil bahkan sampai gue lulus SMA, gue nggak pernah punya keinginan untuk menjadi bagian dari kata itu. Ngebayangin gimana semrawutnya aja udah bikin sakit kepala, kalau masih punya pilihan gue akan menolak untuk tinggal disana.
Sayangnya, takdir menyeret gue untuk menjadi bagian darinya. Memiliki label sebagai masyarakat metropolitan yang kesannya melulu enak padahal enggak juga. Tahun 2014 lalu tepatnya, gue terpaksa meninggalkan udara sejuk Bogor, pergi ke kota dimana rupiah berputar cepat setiap harinya, menjejali paru-paru dengan udara yang sudah terpapar banyak karbon monoksida.
Hidup tak lagi stagnan setelah lulus sekolah.
2014-2015-2016-2017-dan seterusnya.. entah sampai kapan, akan begerak semakin cepat.
Post awal tahun 2018 adalah, tracking back my lyfe~
2014
Tepatnya Bulan Agustus,
gue meninggalkan Kota Hujan kesayangan gue ke Kota yang nggak pernah terbesit dalam benak gue untuk bernafas dengannya.
Tahunnya adaptasi.
Gue diterima disalah satu perusahaan farmasi di Jakarta Timur. 2014 adalah tahun dimana gue harus beradaptasi dengan lingkungan baru, suasana baru, ritme hidup baru dan segala yang serba baru. Gue tinggal di daerah yang terkenal sebagai daerah terpadat nomor satu di Asia Tenggara, Johar Baru. Daerah yang terkenal dengan tawuran antar warganya. Culture shock dong jelas, biasa gue di Bogor adem-ayem, kalau mandi pagi airnya dingin banget kayak mandi pake es batu tapi seger, lalu pindah ke daerah yang air mandinya anta, jalanannya sempit tapi penuh lautan manusia, bawa motor susah bener depan-belakang mentok, klakson dimana-mana, riweuh, semrawut, bising, kayak nggak ada tenang-tenangnya hidup. Belum lagi gue harus beradaptasi dengan lingkungan yang super-baru; lingkungan kerja + status mahasiswa baru yang mengharuskan gue untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan tentu saja orang-orang yang juga baru.
Sebagai manusia yang nggak punya minat dengan kehidupan bersosial, beradaptasi dengan lingkungan sosial jelas bukan hal yang gue sukai, makanya kalau lagi tracking back begini, gue suka takjub sama diri gue sendiri yang ternyata bisa melakukan itu. Kecebur ke lingkungan yang nggak gue kenali. Nggak tahu apa-apa, nggak tahu kemana-kemana, nggak kenal siapa-siapa. Beruntungnya, gue dapat berkah lainnya, bertemu dengan orang dan teman-teman yang baik dan sayang sama gue. Feby Dika, Kak Kikoy, Kak Baskoro, Kak Pandu, Ismi dan Kak Anna adalah nama-nama yang membuat beradaptasi menjadi sesuatu yang tidak lagi membebani.
Setengah tahun kemudian gue harus mengucapkan selamat tinggal pada tahu gejrot depan kantor kecamatan Johar Baru yang enak parah itu dan PINDAH. Nggak jauh dari Johar Baru sebetulnya, hanya geser kecamatan, ke daerah yang namanya Bungur, di Kecamatan Senen. Pindah nggak sampai 3km tapi suasana beda 180 derajat. Dari daerah yang sesak padat, kedaerah yang kanan-kirinya nggak ada rumah warga yang da cuma kantor usaha percetakan.
2015 adalah salah satu tahun terbaik dalam hidup gue.
Di tahun ini gue sudah benar-benar adjust dengan ritme hidup. Tinggal di pusat kota di tempat yang nyaman, akses mudah, deket kemana-mana. Banyak pergi ke tempat-tempat yang gue impikan untuk gue datangi dan datang ke event-event seru. Muterin Jakarta sampai olap, sering banget ke museum, keluar masuk galeri seni, hunting foto, ngabisin waktu di Gramedia hampir setiap minggu, nonton pameran, datang ke pagelaran, nonton konser, nonton bulu tangkis, kulineran asik, produktif nulis, pokoknya 2015 adalah tahun emas dalam hidup gue.
Sedihnya, ditahun ini gue justru banyak di tinggal.
Orang-orang terbaik yang gue temui ditahun sebelumnya justru ninggalin gue di tahun ini.
Febi, Ka Kikoy, Ka Bhaskoro dan Ka Pandu resign di tahun yang sama, seolah mereka memang di takdirkan hanya untuk membantu gue beradaptasi tapi setelah gue terbiasa mereka malah melepas gue *halaaah~
2016-2017
Karena hidup emang kayak roda berputar.
Satu setengah tahun hidup dengan kenyamanan super di Senen, diawal tahun 2016 gue harus PINDAH lagi. Sama kasusnya seperti tahun sebelumnya, gue hanya geser kecamatan, dari Senen lalu ke Cempaka Putih. Sayangnya, 2016-2017 masuk dalam daftar tahun paling tidak produktif hidup gue. Dua tahun berlalu dengan begitu cepat tanpa menghasilkan banyak kesan. Tahun dimana gue mulai disibukan dengan segala urusan kerjaan dan kuliah. Gue udah punya tanggung jawab besar sebagai senior di kantor dan kuliah gue memasuki semester yang makin ngejelimet. Praktikum tiap minggu, laporan praktikum bejibun, audit tiga bulan sekali udah kayak hobi, sampel tender yang banyaknya keterlaluan, tugas, PKM, Penelitian, dll. Esensi hidup yang sesungguhnya mulai pudar, hidup tapi tidak benar-benar hidup, berlari setiap harinya tapi entah mengejar apa. Dua tahun itu gue hidup bagai robot yang di setting sedemikian ketat untuk bangun, kerja, pusing, kuliah, pusing, ngerjain tugas, pusing, tidur lalu bangun dengan ritme yang sama setiap harinya. Tidak ada yang namanya bersenang-senang, tidak ada lagi pergi ke tempat-tempat keren. Kesenangan yang gue dapat hanya dari Film yang gue nonton, buku yang gue baca, dan guyonan remeh temen-temen gue yang intensitasnya hanya secuil.
So.. here we go.. facing 2018.
lagi.. gue PINDAH.
Tahun 2017 gue tutup dengan melepaskan label warga Jakarta Pusat yang hampir 3 tahun gue miliki menjadi warga Jakarta Timur. Selamat tinggal Soto Lamongan, Ayam Cobek Rawasari, Monas tinggal ngesot -_-. Malam tahun baru ini gue menikmati dengan melihat kembang api di langit Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, tempat tinggal baru gue yang mungkin untuk waktu yang tidak terbatas lagi. Kepindahan gue kali ini sifatnya menatap. Gue tidak lagi tinggal di Rumah Dinas atau kos-kosan seperti sebelumnya, gue bener-bener tinggal di kotak yang disebut 'rumah'.
Mari kita lihat apa yang akan terjadi di tahun 2018. Instead beresolusi yang lebih sering gagal, gue milih untuk menyempurnakan hidup gue dan let it flow aja. Tahun ini juga akan menjadi tahun final dalam kehidupan berkuliah gue dan bismillah.. semoga tahun ini menjadi tahun yang lebih banyak dilewati dengan hari baik :)
P.S
Gue pindah bukan karena gue anaknya nggak betahan, bukan juga karena gue pindah kerja/pindah kampus, tapi karena kerjaan ayah gue yang sering banget rotasi keliling Jakarta juga karena.. takdir. Gue rasa rotasi cukup sudah sampai disini.
Bicara soal ibukota..
Bicara soal Jakarta..
Melihat bagaimana gemerlapnya, membayangkan betapa kemilaunya, banyak orang bermimpi untuk menjamah tanahnya, tapi tidak dengan gue. Dari kecil bahkan sampai gue lulus SMA, gue nggak pernah punya keinginan untuk menjadi bagian dari kata itu. Ngebayangin gimana semrawutnya aja udah bikin sakit kepala, kalau masih punya pilihan gue akan menolak untuk tinggal disana.
Sayangnya, takdir menyeret gue untuk menjadi bagian darinya. Memiliki label sebagai masyarakat metropolitan yang kesannya melulu enak padahal enggak juga. Tahun 2014 lalu tepatnya, gue terpaksa meninggalkan udara sejuk Bogor, pergi ke kota dimana rupiah berputar cepat setiap harinya, menjejali paru-paru dengan udara yang sudah terpapar banyak karbon monoksida.
Hidup tak lagi stagnan setelah lulus sekolah.
2014-2015-2016-2017-dan seterusnya.. entah sampai kapan, akan begerak semakin cepat.
Post awal tahun 2018 adalah, tracking back my lyfe~
2014
Tepatnya Bulan Agustus,
gue meninggalkan Kota Hujan kesayangan gue ke Kota yang nggak pernah terbesit dalam benak gue untuk bernafas dengannya.
Tahunnya adaptasi.
Gue diterima disalah satu perusahaan farmasi di Jakarta Timur. 2014 adalah tahun dimana gue harus beradaptasi dengan lingkungan baru, suasana baru, ritme hidup baru dan segala yang serba baru. Gue tinggal di daerah yang terkenal sebagai daerah terpadat nomor satu di Asia Tenggara, Johar Baru. Daerah yang terkenal dengan tawuran antar warganya. Culture shock dong jelas, biasa gue di Bogor adem-ayem, kalau mandi pagi airnya dingin banget kayak mandi pake es batu tapi seger, lalu pindah ke daerah yang air mandinya anta, jalanannya sempit tapi penuh lautan manusia, bawa motor susah bener depan-belakang mentok, klakson dimana-mana, riweuh, semrawut, bising, kayak nggak ada tenang-tenangnya hidup. Belum lagi gue harus beradaptasi dengan lingkungan yang super-baru; lingkungan kerja + status mahasiswa baru yang mengharuskan gue untuk beradaptasi dengan lingkungan baru dan tentu saja orang-orang yang juga baru.
Sebagai manusia yang nggak punya minat dengan kehidupan bersosial, beradaptasi dengan lingkungan sosial jelas bukan hal yang gue sukai, makanya kalau lagi tracking back begini, gue suka takjub sama diri gue sendiri yang ternyata bisa melakukan itu. Kecebur ke lingkungan yang nggak gue kenali. Nggak tahu apa-apa, nggak tahu kemana-kemana, nggak kenal siapa-siapa. Beruntungnya, gue dapat berkah lainnya, bertemu dengan orang dan teman-teman yang baik dan sayang sama gue. Feby Dika, Kak Kikoy, Kak Baskoro, Kak Pandu, Ismi dan Kak Anna adalah nama-nama yang membuat beradaptasi menjadi sesuatu yang tidak lagi membebani.
Setengah tahun kemudian gue harus mengucapkan selamat tinggal pada tahu gejrot depan kantor kecamatan Johar Baru yang enak parah itu dan PINDAH. Nggak jauh dari Johar Baru sebetulnya, hanya geser kecamatan, ke daerah yang namanya Bungur, di Kecamatan Senen. Pindah nggak sampai 3km tapi suasana beda 180 derajat. Dari daerah yang sesak padat, kedaerah yang kanan-kirinya nggak ada rumah warga yang da cuma kantor usaha percetakan.
2015 adalah salah satu tahun terbaik dalam hidup gue.
Di tahun ini gue sudah benar-benar adjust dengan ritme hidup. Tinggal di pusat kota di tempat yang nyaman, akses mudah, deket kemana-mana. Banyak pergi ke tempat-tempat yang gue impikan untuk gue datangi dan datang ke event-event seru. Muterin Jakarta sampai olap, sering banget ke museum, keluar masuk galeri seni, hunting foto, ngabisin waktu di Gramedia hampir setiap minggu, nonton pameran, datang ke pagelaran, nonton konser, nonton bulu tangkis, kulineran asik, produktif nulis, pokoknya 2015 adalah tahun emas dalam hidup gue.
Sedihnya, ditahun ini gue justru banyak di tinggal.
Orang-orang terbaik yang gue temui ditahun sebelumnya justru ninggalin gue di tahun ini.
Febi, Ka Kikoy, Ka Bhaskoro dan Ka Pandu resign di tahun yang sama, seolah mereka memang di takdirkan hanya untuk membantu gue beradaptasi tapi setelah gue terbiasa mereka malah melepas gue *halaaah~
2016-2017
Karena hidup emang kayak roda berputar.
Satu setengah tahun hidup dengan kenyamanan super di Senen, diawal tahun 2016 gue harus PINDAH lagi. Sama kasusnya seperti tahun sebelumnya, gue hanya geser kecamatan, dari Senen lalu ke Cempaka Putih. Sayangnya, 2016-2017 masuk dalam daftar tahun paling tidak produktif hidup gue. Dua tahun berlalu dengan begitu cepat tanpa menghasilkan banyak kesan. Tahun dimana gue mulai disibukan dengan segala urusan kerjaan dan kuliah. Gue udah punya tanggung jawab besar sebagai senior di kantor dan kuliah gue memasuki semester yang makin ngejelimet. Praktikum tiap minggu, laporan praktikum bejibun, audit tiga bulan sekali udah kayak hobi, sampel tender yang banyaknya keterlaluan, tugas, PKM, Penelitian, dll. Esensi hidup yang sesungguhnya mulai pudar, hidup tapi tidak benar-benar hidup, berlari setiap harinya tapi entah mengejar apa. Dua tahun itu gue hidup bagai robot yang di setting sedemikian ketat untuk bangun, kerja, pusing, kuliah, pusing, ngerjain tugas, pusing, tidur lalu bangun dengan ritme yang sama setiap harinya. Tidak ada yang namanya bersenang-senang, tidak ada lagi pergi ke tempat-tempat keren. Kesenangan yang gue dapat hanya dari Film yang gue nonton, buku yang gue baca, dan guyonan remeh temen-temen gue yang intensitasnya hanya secuil.
So.. here we go.. facing 2018.
lagi.. gue PINDAH.
Tahun 2017 gue tutup dengan melepaskan label warga Jakarta Pusat yang hampir 3 tahun gue miliki menjadi warga Jakarta Timur. Selamat tinggal Soto Lamongan, Ayam Cobek Rawasari, Monas tinggal ngesot -_-. Malam tahun baru ini gue menikmati dengan melihat kembang api di langit Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, tempat tinggal baru gue yang mungkin untuk waktu yang tidak terbatas lagi. Kepindahan gue kali ini sifatnya menatap. Gue tidak lagi tinggal di Rumah Dinas atau kos-kosan seperti sebelumnya, gue bener-bener tinggal di kotak yang disebut 'rumah'.
Mari kita lihat apa yang akan terjadi di tahun 2018. Instead beresolusi yang lebih sering gagal, gue milih untuk menyempurnakan hidup gue dan let it flow aja. Tahun ini juga akan menjadi tahun final dalam kehidupan berkuliah gue dan bismillah.. semoga tahun ini menjadi tahun yang lebih banyak dilewati dengan hari baik :)
P.S
Gue pindah bukan karena gue anaknya nggak betahan, bukan juga karena gue pindah kerja/pindah kampus, tapi karena kerjaan ayah gue yang sering banget rotasi keliling Jakarta juga karena.. takdir. Gue rasa rotasi cukup sudah sampai disini.
0 komentar
Comment