Movie - 99 Cahaya Di Langit Eropa (2013)
December 26, 2013
Sebelumnya,
gue mau nyeritain dulu apa yang terjadi sebelum gue nonton film ini. Kalau nggak
mau baca bagian ini, Silahkan skip dan cari tanda *****.
Berhubung ini lagi liburan, gue nonton sama emak, babeh, dan adek gue. Sempat terjadi berdebatan sengit antara kami berempat : Gue dan bapak milih nonton Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Ibu dan adik gue milih nonton 99 Cahaya di langit eropa. Jam 17.00 tepatnya gue dan keluarga gue jalan dari rumah. Ada dua pilihan Film dan dua pilihan tempat. Van Der Wijck di BTM dan 99 Cahaya di langit eropa di Belanova. Dengan pertimbangan dan perdebatan alot, akhirnya kubu gue dan bapak gue menang. Kita menuju Bogor Trade Mall alias BTM alias bi-ti-im buat nonton Van Der Wijck.
Berhubung ini lagi liburan, gue nonton sama emak, babeh, dan adek gue. Sempat terjadi berdebatan sengit antara kami berempat : Gue dan bapak milih nonton Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Ibu dan adik gue milih nonton 99 Cahaya di langit eropa. Jam 17.00 tepatnya gue dan keluarga gue jalan dari rumah. Ada dua pilihan Film dan dua pilihan tempat. Van Der Wijck di BTM dan 99 Cahaya di langit eropa di Belanova. Dengan pertimbangan dan perdebatan alot, akhirnya kubu gue dan bapak gue menang. Kita menuju Bogor Trade Mall alias BTM alias bi-ti-im buat nonton Van Der Wijck.
Sesampainya disana kurang lebih jam 17.50, emak gue bertugas beli makanan, bapak gue bertugas antri tiket. TERNYATA!!!! Tiket untuk jam 18.05 sudah habis dan emak gue sudah membeli popcorn seember, soft drink empat biji, astor, dan fried fries jumbo. Kami sekeluarga frustasi. Bad Mood. Bapak gue sebagai orang yang paling tidak terombang – ambing akhirnya memutuskan untuk ‘MAKAN’ saja nggak usah nonton terus balik. Apa kabar dengan popcorn seember gue? Karena gue nggak ikhlas, akhirnya gue liat lagi tuh jadwal film. Van Der Wijck ada lagi jam 21.15. “Pah, besok libur nggak? Mah, besok libur nggak? Mas besok libur nggak?” jawabannya kami sekeluarga libur. “Mau nonton yang malem?” Tanya bapak gue paham.
Bimbang juga karena gue nggak pernah nonton semalem ini sebelum nya. Tapi setelah seisi keluarga gue merasa sayang karena jarang bisa kumpul lengkap begini, alhasil kami memutuskan untuk nonton dengan menunggu sekitar EMPAT JAM!. Kami pilih Van Der Wijck. Sampe di depan kasir, gue punya ide cemerlang. Gue lihat lagi deretan film nya dan ternyata 99 Cahaya di langit eropa mulai jam 20.50, lumayan selisih waktu nya 25 menit, akhirnya kami membuat keputusan baru nonton 99 Cahaya.
Kami harus menunggu kurang lebih empat jam. Gue nggak jadi bad mood karena kami makan makanan jepang favorit gue dan adek gue, terus belanja dulu. Balik lagi ke 21 udah jam 20.00. sambil nunggu, popcorn seember dan kentang goreng nya habis duluan bahkan setengah jam sebelum film nya mulai.
Pukul 20.40 terdengar suara datar “Mohon perhatian, pintu teater 5 akan telah dibuka..” AKHIRNYAAA!! Gue menarik emak bapak gue nggak sudah terkantuk – kantuk dan duduk manis di teater lima.
*****
Film
nya. KEREN! Walau gue udah tahu garis besar film ini dari internet tapi gue
tetep takjub. Ya selama ini film dengan latar eropa pasti bergenre romance tapi
ini lain, agama. Yang membuat gue ragu pada awalnya karena cast nya nggak
menarik perhatian. Dan keraguan lain karena tema agama gue pikir akan
sangat berat. Ternyata gue salah sodara – sodara. Recommended banget buat di
tonton!!
Nganga.
Ngakak. Nangis.
Nganga.
Eropa nggak diragukan lagi soal keindahan alam dan buatannya. Walau udah tahu gitu
tetep aja jerit “GILA! KEREN BANGET GEDUNGNYA!!” terus “GILA! KEREN BANGET
TAMANNYA!!” lalu “GILA! BERSIH BANGET NEGARANYA!!” kayak gitu berkali – kali sampe
adek gue bete. Nganga lagi ketika cerita semakin berjalan dan gue tahu betapa
dasyat nya Islam di negeri yang jauh dari kata Islami itu. Semakin nganga
ketika perlahan terkuak, ternyata di berbagai monument yang bahkan iconic di
negeri non muslim itu terbesit unsur Islam yang kental.
Ngakak.
Siapa lagi kalau bukan karena Nino Fernandes (Stefan) yang selalu nanya hal –
hal ringan tapi dalem tentang Islam. Apalagi waktu dia ditantangan sama Rangga
ikutan puasa.
Nangis.
Ketika Hanum tahu kalau Ayse kanker.
Pengambilan
gambarnya bagus. Memperlihatnya keindahan setiap sudut Vienna dan Paris tanpa
cacat. Dialognya ringan namun bermakna. Tidak terkesan menggurui meski
berhubungan dengan sejarah yang penuh tanda tanya. Ikut merasakan juga gimana
sulitnya menjalani hidup sebagi muslim di disana, susahnya mencari makanan halal,
jadwal ujian berbarengan dengan sholat jum’at, kesulitan mendapatkan tempat
ibadah, dll.
Adegan
tersakral : Ketika rangga mengumandangkan adzan di atas menara Eiffel.
Adegan
terkonyol tapi bermakna : Ketika Rangga dan Stefan duduk malam – malam. Stefan
bertanya, kenapa Rangga mau jalanin sholat lima waktu, puasa, dan
desek – desekan ke Makkah. Rangga jawab, itu seperti asuransi buat dirinya.
Rangga balik Tanya, berapa yang harus Stefan bayar ke perusahaan asuransi. Stefan
jawab, sekitar 80 euro (kalau nggak salah). itu mahal, kata rangga. Lalu Stefan
bilang, dia ikutan asuransi jelas ada kantornya, kalau tuhannya rangga, dimana
kantornya? *jeh banget.
Adegan
tersedih. Ketika Marion dipakein kerudung sama Ayse dan liat gadis kecil itu
tak berambut karena sakitnya. :’(
Adegan
termerinding : ketika Marion dan Hanum
menuju Museum Louvre tempat dimana lukisan Monalisa berada, tapi justru bukan
itu yang ingin Marion tunjukan melakinkan lukisan lain yang lebih berharga
dibanding lukisan Monalisa. Marion menunjukan sebuah gambar yang sering kita
lihat dimana - mana dan pada di lukisan terdapat tulisan arab ‘Tiada Tuhan
Selain Allah..” (nonton sendiri ya takut sara) ketika menyadari tulisan yang
terdapat pada lukisan itu entah kenapa bulu kuduk gue langsung berdiri, “Subhanallah..”
Adegan
termenakjubkan : Bermula dari cerita tentang Napoleon. Marion meminta Hanum menarik
garis lurus pada peta ke arah timur dari Arc de Triomphe atau biasa disebut ‘Gerbang
Kemenangan’ Paris, saat itu DIA dan GUE menyadari hal yang luar biasa yang gue
sendiri sampe nahan nafas pas nonton, ternyata gerbang kemenangan itu menghadap
atau mengarah pada, Kakbah, Mekah.
Cast
Favorit : Fatma Pasha! Cantik mbak brow! Cara dia menjelaskan tentang kehebatan
Islam pada Hanum sangat menarik, nggak terkesan mengajari. Cara Fatma dan pola
pikir nya patut diacungi banyak jempol. Ketika ada orang asing yang menghina Islam dan berkata bahwa croissant adalah lambang bendera turki dan roti itu
adalah roti kemenangan jika kita memakannya. Fatma menyikapi hal itu justru
dengan hal yang sangat tak teruga, membayarkan makanan orang itu tanpa ia
sadar. “Oh man!” hanya itu yang kerluar dari mulut pemuda bule yang menghina
tadi. Hal itu menjadi pelajaran bagi Hanum, ketika dulu ia dihina tetangganya
karena masak ikan asin yang kata mereka bau nya seperti kaos kaki, ia membalas
hinaan itu dengan mengantarkan seperangkat makanan dan ikan asin pada pria itu.
Dan akhirnya pria itu makan ludah sendiri ketagihan makan ikan asin -____-
Berdasarkan
beberapa sumber yang gue baca, film ini akan menghubungkan Wina (Austria),
Paris (Prancis), Cordoba (Spanyol), Istanbul (Turki), dan pada akhirnya Mekah
(Arab Saudi). Di Part 1 baru sampai perjalanan Hanum dan Rangga dari Wina
hingga Paris. Masih ada lanjutan nya di Part 2. Dari trillernya sepertinya akan
semakin penuh konflik. Intrik nya akan lebih kental; Maarja yang akan menjadi
batu sandungan antara Rangga dan Hanum, lalu ada Khan yang sepertinya akan
semakin bersitegang dengan Stefan. Dan gue penasaran dengan adegan dimana Hanum
sujud karena melihat bukti keberadaan Islam di salah satu tempat dan dia malah
dihinain satpam untuk tidak berdoa di tempat itu. PENASARAN!!!
Pesan
yang gue dapet banget : Nama Kara Mustafa Pasha menjadi benang merah dari
perjalanan kisah ini, ia adalah pimpinan panglima perang ternama Dinasti
Utsmaniah yang berusaha menaklukkan Eropa dengan pedang. Ia tak lain dan tak
bukan adalah nenek moyang dari Fatma Pasha sendiri. Kara Mustafa harus harus
menemui ajal di tangan penguasa Turki dan lukisannya dipajang di Museum Wina.
Jadilah
agen Islam yang sesuai dengan syar’i. Bukan dengan pedang. Islam tidak pernah
mengajarkan apa itu balas dendam dan saling bertikai. Hinaan bukan berarti harus dibalas dengan menghina balik. Balas cercaan itu dengan senyum dan buktikan pada
mereka bahwa Islam lebih damai dari apapun.
Pengan
kasih lima bintang tapi kan nggak ada yang sempurna di dunia ini. Jadi empat
tiga perempat bintang!!!
0 komentar
Comment