Authentic Things About Me : Contradiction

February 11, 2018

Seperti biasa, instead ngurusin revisian penelitian, gue malah nyasar dimari. Pengen nulis apa gitu disini tapi nggak pengen tema nya yang berat-berat munculah judul macem ini.

Sebenernya sifat ini nggak autentik juga karena gimana pun sifat manusia itu pasti dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang akhirnya membentuk kepribadian seseorang. Tapi sebagai pengamat diri sendiri yang jelas sangat subjektif, ini adalah pribadi gue yang tumbuh berkat motivasi lingkungan dan rasa ingin tahu gue.

Nggak sedang menjadi sok tua, tapi setelah melewati masa sekolah, pertemanan, cinta-cintaan, dunia kuliah, dunia kerja, ambisi, ego, idealism vs realism, peer pressure, dll, gue rasa kepribadian seseorang akan terbentuk dengan sendirinya karena keadaan-keadaan itu. Pencitraan cuma di medsos, kenyataannya nobody's perfect. Jangan percaya dengan tipu-tipu dunia virtual.

Belakangan ini, gue kehilangan selera untuk melakukan hal-hal yang sebelumnya menjadi hobi dan ambisi gue. Hal-hal yang dulu begitu seru untuk dilakukan menjadi tidak lagi menarik belakangan ini. Anxiety? Nggak ngerti juga ini indikasi apa. Gue jadi makin sering ngerasa bosen tapi nggak tahu harus melakukan apa buat ngehilangin kebosanan itu. Ketika gue coba ngelakuin hal tertentu untuk menghilangkan kebosanan itu, semua itu akan berujung membosankan.

Kalau hidup menjadi ribet begini, sebenernya salah siapa, ya Lord?

Karena motivasi gue ngeblog selain untuk merecord hidup gue adalah untuk menjernihkan pikiran, maka jadilah tulisan perkara keuring-uringan gue ini. 

Setelah setengah jam melakukan analisis pada diri sendiri yang sekali lagi gue tekankan akan sangat subjektif, di dapatlah beberapa point otentik tentang sifat gue, antara lain (P.S nya; tulisan ini bisa jadi pencitraan. Kacaan gue belum tentu sama dengan kacaan orang disekitar gue) ;

Suka Swing, Jazz dan Lagu lawas
Sebelum swing, genre numero uno kesukaan gue adalah Waltz, tapi skip aja mari bicara sesuai konteks. Yang ini jelas betul, bukan pencitraan. Sebagai manusia yang pernah alay pada masanya, gue termasuk penyuka band-band indie indo. Sejak pertama kali dengerin lagu The Best Things nya Mocca di MTV jaman SD dulu, gue resmi menjadi swing addict. Satu-satunya band yang gue hafal semua track nya dan gue bela-belain ngejar shownya ya cuma Mocca. Rekomendasi lagu sepanjang masa nya mocca gue pilih; How Wonderful Life Would Be, Hyper Ballad dan The Object of My Affection.

Gue juga suka pake banget sama salah satu musisi indie asal Jogja namanya; Frau, bukan swing sih tapi dia ini genrenya langka banget, klasik lawas gitu bisa coba dengerin lagu dia yang judulnya I'm Sir dan Tarian Sari. Belum nemuin lagi musisi macem Frau keluaran indo. Soal lawas-melawas lain, gue pernah menjadi stan nya Westlife dan sampai saat ini lagu Soledad masih sering banget gue puter. Gue gandrung Bob Tutupoly, Franky and Jane, Ebiet G. Ade, Lionel Richie, Eric Clapton dan Elton John yang mana semua itu tidak lagi berjaya dimasa gue.

Suka buku tapi nggak kutu buku
Picky dengan genre lebih tepatnya. Berlaku pada buku, lagu, musik, film, dsb, gue hanya gandrung pada genre tertentu. Gue suka fiksi. Lebih suka baca buku ketimbang nonton karena buku adalah satu-satunya media fiksi yang membiarkan penikmatnya berimajinasi tanpa batas. Sayangnya gue bukan pelahap segala jenis buku. Ketika gue baca sebuah buku dan ditengah gue merasa plotnya mulai draggy,  gue biasanya mundur.

Suka gambar tapi nggak bisa gambar
Kalau bisa milih pengen punya bakat apa, gue akan jawab bakat gambar dan main musik. Gue sukaaaa banget gambar, semua catetan kuliah gue penuh dengan doodle saking gue nggak sukanya merhatiin dosen nerangin rumus. Jaman TK dulu gue sering banget ikut lomba gambar. Inget banget pernah ikut lomba tingkat Kota-Kabupaten Bogor di Kebun Raya dulu. Sayangnya bakat itu terpendam seiring bertambahnya usia. Jadilah badan gue berkembang tapi gambaran gue nggak ikut berkembang, masih kayak anak TK.

Nggak ambisius
Prinsip gue, biarkan mengalir. Gue nggak suka deadline dan alhamdulillah berbanding lurus dengan sifat gue yang nggak pernah berekspektasi. Makanya menurut gue bodoh aja ketika orang yang benci deadline seperti gue harus terjebak dengan tuntutan-tuntutan dari ambisi yang gue bikin sendiri. Orang nggak ambisius itu punya kesan lamban, tapi ya itulah gue, menurut gue nggak perlu kenceng, yang penting maju terus jangan pernah berhenti.

Nggak suka chatting
Karena ini gue banyak dibenci dan ditinggalkan.
Gue standby di ponsel, entah itu scrolling feed instagram, main game, nonton youtube, baca artikel, gue suka. Tapi, gue sangat tidak suka membalas chat dan chatting berkepanjangan. "Lagi apa?" "Udah makan belum?" itu adalah pertanyaan yang NGGAK akan pernah gue jawab di chat. Gue tipikal orang yang tidak akan membalas chat jika pertanyaan yang ditujukan untuk gue hanya perlu jawaban "ya". Tidak membalas chat ketika sudah gue read = iya. Dalam grup chat, gue silent reader, gue nggak akan ikut voting apapun karena semua terserah. Ketika terjebak dalam sebuah chatting room, gue adalah orang pertama yang akan meninggalkan room chat dan menyudahi obrolan tersebut. PDKT lewat chat selalu gagal. PDKT lewat chat sangat sulit untuk dilakukan karena saat topik pembicaraan sudah tak menarik, gue akan dengan tanpa dosa membiarkan chat itu tak bertuan lagi.

Suka musik tapi nggak bisa main musik
Ini sama kasusnya dengan menggambar. Seni dalam bentuk apapun gue sangat suka. Gue menyembah-tuhankan alunan piano, biola, harmonika, flute dan saxophone, tapi gue bener-bener buta nada. Mungkin lebih tepatnya, gue itu penikmat seni bukan pelaku seni. Soal musik, gue punya kesukaan yang agak nyeleneh. Instead tahu lagu-lagu baru yang lagi hits, gue lebih demen ngoleksi pieces nya various artist. Gue punya lebih dari 200 musik instrumental. Main playlist gue ya Various Artist. Ajaib aja itu gimana bisa musik yang cuma musik, tanpa lirik bisa ngena ke emosi gue. Gue fans berat Vanessa Mae, Kenny G, Mozart dan Chopin. Bagi gue mereka ada di level yang berbeda dengan musisi yang menyampaikan sesuatu dengan menyanyi,

Lebih suka hafalan daripada hitungan
Benci hitungan tapi kuliah teknik. Gue pun nggak ngerti kenapa gue bisa terjebak di dunia sejelimet hitungan termodinamika disaat ngitung integral aja gue bencinya setengah mati.

Suka fotografi tapi nggk bisa motret
Lomografi, minolta, bokeh, analog tervaik.

Sulit di approach
Menurut beberapa orang, gue sulit didekati. Untuk dekat sekedar hahahihi dengan gue itu amad-sangad mudah, tapi untuk mengaproach inner-nya, gue mengakui nggak banyak orang yang berhasil membobolnya -_-

Good at holding back
Kalau ini kata ibu gue. Gue orang yang nggak pernah protes, nggak pernah menuntut apapun dari orang lain dan sangat hebat dalam menekan emosi. Gue punya toleransi yang sangat tinggi. Gue ahli dalam mengalah dan berlapang dada. Nggak pernah sekalipun dalam hidup gue bentak-bentak orang, sekalipun gue nggak pernah ninggiin suara dan teriak gue ketika marah. Instead, gue akan diam aja dan pergi. Paling banter ya cursing. Gue nggak pernah nuntut ini-itu dan minta orang untuk melakukan ini-itu. Alasannya karena gue sungkan dan gue nggak suka membebani Berusaha sekeras mungkin untuk memenuhi keinginan pribadi gue dengan usaha gue sendiri itu poin pentingnya. Walaupun menekan ke dalam, bukan berarti juga gue akan dendam dan sakit hati. Gue punya kecenderungan melupakan hal-hal buruk yang terjadi. Tapi efek negatifnya adalah, gue punya kecenderungan merubah diri sendiri demi menyesuaikan keadaaan, dimana sering disalahsangkakan sebagai pribadi yang selalu 'rela dibully-rela disakiti-rela terluka-rela berkorban', padahal nggak gitu juga, gue hanya berusaha menjaga lingkungan agar tetap kondusif karena dominan sifat gue itu plegmatis. Kalau ibu gue nggak bilang sifat gue yang ini, gue nggak akan sadar.

Suka cerita sedih
Receh dan malesin banget emang cewek model begini. Gue bukan bocah yang suka nangisin hidup gue. Ketika gagal, ketika marah, ketika kecewa, bahkan ketika disakitinpun gue punya kemampuan untuk endure itu untuk nggak berujung mengeluarkan air mata yang berlebihan. Setelah ditracking back, gue nggak inget kapan terakhir kali gue menangisi diri gue sendiri atau menangisi sesuatu yang menimpa diri gue. Tapi itu semua akan menjadi lain cerita ketika gue baca novel sedih atau nonton melodrama. Gue bisa bajir tumpah nggak kebendung, receh banget. Korban drama. Karena jarang nangisin hidup itu mungkin makanya gue revealnya dengan cara baca/nonton yang sedih-sedih demi menjaga keseimbangan hidup. Itu adalah salah satu alasan gue suka drama korea karena drama korea (khususnya yang dulu-dulu) itu terkenal dengan klasik melodramanya.

Suka sama fenomena alam
All about sky, entah itu bintang, langit, awan, bulan, hujan, matahari terbit/terbenam, hembusan angin, gue suka. 

Introvert garis keras
Bukan bicara soal keberlangsungan hidup tentang kodrat kita sebagai makhluk sosial yang butuh tukang beras, tukang telor, tukang minyak goreng buat bikin nasi goreng ya.. Ini soal menggantungkan nasib pada orang lain. Apakah hanya gue di dunia ini yang menganggap pertemanan dan jaringan itu bukan faktor krusial dalam menentukan kesuksesan? Dari kecil gue ditanami prinsip; lu lahir dan mati sendiri, hidup untuk diri lu sendiri, jadi nggak perlu tangan orang lain untuk membantu lu bangkit, nggak perlu pundak orang lain untuk bersandar, nggak perlu orang lain untuk menghapus air mata. Karena nggak semua mata bisa melihat luka dalam diri kita, nggak semua telinga mampu mendengar jeritan kita dan nggak semua hati mau terbuka untuk kita. Karena cuma diri kita sendiri yang tahu yang kita rasakan dan apa yang kita inginkan. Ibarat gue terlalu malas untuk membuang energi gue menceritakan ke miserable an gue gitu. 

Lebih suka hewan daripada manusia
Mengapa kitten dan panda lebih menggemaskan dibanding manusia?

Pengen banget keliling eropa
Karena gue bukan orang yang finansialnya berlebih, makanya sampai saat ini eropa masih sekedar obsesi semata atau mimpi yang gue tunggu untuk dibangunkan. Pertamanya sih karena nonton Leap Year jaman baheula makanya gue punya obsesi tersendiri sama Ireland. Setelah itu gue baca buku tentang London yang selalu diguyur hujan, lalu karena gue nonton A Man and Woman yang bikin gue mupeng berat sama gloomy feel nya Finland. Abis itu liat feed IG seseorang yang travelling ke Switzerland dan Venice kok makin mupeng ya? Bagi gue keindahan negara itu cuma ada di dongeng.

Kesimpulannya adalah semua bermuara pada sifat gue kebanyakan kontradiksinya makanya gue sering uring-uringan nggak jelas. Suka ini tapi nggak bisa, pengen ngelakuin ini nggak mampu. Disinilah gue sering merasa membenci atau nggak puas dengan diri gue.

Semoga badai krisis identitas ini akan segera berlalu.

You Might Also Like

0 komentar

Comment