Gapyeong Day 3 - Nami Island

December 01, 2019


Tujuan hari selanjutnya adalah menuju tempat yang turis banget; Nami Island.
Kalau boleh jujur, sebenernya gue nggak ingin memasukan Pulau Nami ini ke dalam itinerary karena bener-bener mainstream apalagi bagi turis endonesyah. Berhubung emak gue kena gimmick nya lokasi syuting legendary drama Winter Sonata, jadilah gue memasukan tempat ini ke dalam list itinerary dan sepertinya memang tidak afdol kalau first time ke South Korea itu tidak ke Namisseom
Nami Island ini lokasinya berada di Gapyeong, Gyeonggi Province, atau bisa dibilang sudah berada di luar kota, maka trip organizer gue tidak menyarankan untuk pergi kesana menggunakan subway karena menurut mereka itu– jauuuuuh. Cuma karena dari awal gue udah sengaja nggak ikut one day tour demi bebas berada di Pulau Nami tanpa diburu-buru, juga berdasarkan blog yang gue baca pergi ke Nami dengan subway itu SANGATLAH MUNGKIN, maka gue nekat pergi kesana tetap dengan public transport.

Dengan harapan tiba disana itu sekitar pukul 10.00 pagi dengan estimasi durasi perjalanan dua jam, kita berniat berangkat dari guesthouse sekitar pukul 07.00. Tapi apalah daya badan masih pegel-pegel sisa ngelilingin Haneul Park kemarin, ujung-ujungnya kita berangkat sekitar pukul 07.30 an.

Sekali lagi ya..
untuk pergi ke Nami Island (atau wisata lain nya di Gapyeong) dengan public transport itu sangat mungkin, jadi nggak perlu takut. Semua tempat atraksi didaerah sudah difasilitasi dengan moda transportasi yang integrated.

Cara pergi kesana dari Hongik University Station adalah sbb :
- Dari Hongik Univeristy Station, pilih Gyeongui-Jungang Line dan ambil yang ke arah Gongdeok Station
- Transfer di Sangbong Station
- Pindah ke Gyeongchun Line dan ambil yang ke arah Mangu atau Chuncheon
- Turun di Gapyeong Station.

Perjalanan dibutuhkan waktu kurang lebih dua jam by subway dari Hongik, tapi kalau beruntung seperti gue, bisa bertepatan dengan jam kereta express (ITX) dan karena nggak sengaja naik ITX ini, ALHAMDULILLAH kita sampai di Gapyeong lebih cepat dari estimasi. Gapyeong ini tidak sejauh yang gue bayangkan ternyata, Bekasi - Bogor jelas lebih jauh. Omong-omong, karena Gapyeong ini sudah masuk luar kota Seoul dan sudah masuk pedesaan jadi sepanjang perjalanan di subway pemandangannya memanjakan mata banget. Gue bahkan betah nggak duduk di subway sepanjang perjalanan saking nggak maunya melewatkan keindahan alam yang gue liat.

Satu hal mengejutkan terjadi ketika tiba di Gapyeong Station; MENDUNG!
Parah. Gila. Dingin. Banget. Pokoknya.

Bener-bener kabut tebal. Padahal sepanjang perjalanan, bahkan sebelum subway sampai ke Gapyeong Station, cuaca masih cerah. Nggak paham kenapa begitu kita keluar subway, jarak pandang bener-bener pendek karena kabutnya bener-bener tebel dan rendah banget. Makin syok lagi, begitu tap out keluar stasiun gue nggak bisa ngeliat apapun saking kabut nya kayak mau badai, udah gitu mulai gerimis. Saking dinginnya, uap yang kelaur dari mulut kalau kita ngomong itu bener-bener tebel banget gue sampai panik. Sialnya lagi, gue nggak pakai baju proper buat nahan dingin karena waktu check accu weather sebelumnya, cuacanya oke oke aja T_T


Sambil diguyur rintikan gerimis shyahdu, gue nunggu shuttle bus menuju Nami di Bus Stop yang lokasinya persis ada di depan Gapyeong Station. Shuttle Bus ini melewati semua tempat wisata di Gapyeong hanya dengan membayar 6.000 KRW all day. Jadi tiket yang kita dapet jadi ahjussi supir bus nya itu jangan dibuang karena itu bisa digunakan berkali-kali seharian.

Bus cukup penuh waktu itu bahkan sampai ada yang berdiri.
Omong-omong supir bus di Gapyeong ini bawa mobil nya macem supir kopaja. Ternyata lokasi dari Gapyeong Station menuju Nami Island itu tidaklah jauh. Tidak sampai lima menit (kayaknya), kita sudah sampai di Gapyeong Wharf, tempat dimana kita membeli tiket masuk dan naik ferry untuk menuju Nami Island. Kabut tebal masih menyelimuti tapi sumpah gue suka banget suasana kayak gini. Kabut dan belum ada matahari, bikin baper banget.

suasana saat turun bus
Winter Sonata Coffee Shop
Gate menuju ferry wharf
kabut tebalnya bikin syahdu

Nami Island ini punya gimmick dimana seolah-olah Nami merupakan negara sendiri, makanya banyak yang menyebutnya 'Naminara' (nara dalam bahasa korea artinya itu negara). Untuk nyebrang ke Nami Island nya sendiri kita perlu tiket masuk dan tiket untuk naik ferry. Tiket booth nya aja pakai gimmick visa dan gerbang masuk ke pelabuhannya disebut imigration. Tapi tenang aja, kita nggak perlu visa beneran atau passpor kok. Cukup beli tiket di tiket boothnya seharga 13.000 KRW ini sudah termasuk tiket masuk ke Pulau Nami dan tiket Ferry PP.


Waktu itu masih sekitar pukul 10.00 pagi dan sepertinya ini masuk pemberangaktan ferry pertama atau kedua. Begitu sampai di dalam pelabuhan, antrian sudah cukup panjang, gue khawatir nggak kebagian naik dan harus menunggu ferry selanjutnya, tapi ternyata ferry kecil ini mampu menampung cukup banyak orang sekali jalan. Selain naik ferry, bisa bisa menuju Nami Island menggunakan zip ware kalau mau ngerasain sensasi yang beda tapi harganya jauh lebih mahal (silahkan cek di klook). wkwkw..


Walaupun dingin bingits, gue tetep pilih deck luar kalau urusan naik gini-ginian. Tentu aja, biar leluasa liat pemandangan sekitar. Setelah menunggu sekitar 15 menit, ferry pun meninggalkan Gapyeong Wharf.


Perjalanan cukup singkat. Hanya dibutuhkan waktu kurang dari 15 menit untuk tiba di Pulau Nami. Ketika berada di tengah perjalanan, kabut tebal yang sejak tadi menyelimuti Gapyeong perlahan hilang seolah tersedot ke satu titik. Hangatnya matahari mulai menyambut dan akhirnya keindahan alam disekitar Gapyeong Wharf yang sejak tadi tertutup kabut tebal mulai terlihat.

And finally.. we're arrived at NAMI ISLAND!!


Seperti yang gue katakan tadi, Nami Island ini tempatnya turis banget. Beda sama Haneul Park yang masih di dominasi oleh warga lokal, disini gue banyak banget ketemu warga negara Indonesia (dan warga negara lain) yang jelas mereka tidak berbahasa Korea.

Gate utama Nami Island
Begitu menginjakan kaki disini, kabut tebalsudah sepenuhnya hilang. Ini kabut seolah-olah kayak nge welcome kita di Nami gitu masa -_- Tapi walau matahari sudah bersinar terang, suhu masih sangat dingin padahal sudah hampir jam 11 siang waktu itu. 

Tanpa banyak babibu, kita langsung mengambil langkah menuju bagian sebelah kanan pulau dimana ada semacam tempat seperti lapangan kosong yang disekelilingnya dihiasin banyak pohon warna-warna ini. Girangnya nggak ketulungan. Ngucap Subhanallah berkali-kali padahal ini belum apa-apa. Bagus banget parah.


Yang bikin gue suka dari semua tempat wisata di Korea Selatan ini, mereka nggak pernah setengah-setengah kalau bikin sesuatu. Pulau Nami ini LUAAAAAAAS BANGEEEEET dan setiap sudut menyuguhkan view yang berbeda. Jadi pengunjung nggak akan berebutan untuk menemukan tempat semisal ingin berfoto. Memang sih beberapa spot-spot terkenal seperti Gingko Tree Lane itu pasti ramai banget dan susah banget untuk foto tanpa bocor, tapi selain dari spot-spot mainstream itu masih banyak tempat yang nggak kalah bagus.


Pohon-pohon disini juga seolah disusun sedemikian rupa agar terlihat indah dan teratur. Bisa dilihat kalau pohon-pohon yang pendek di taruh di depan dan yang tinggi seolah disusun di belakang. Begitu juga warna yang dihasilkan dari pohon-pohon itu sendiri, kontrasnya bikin semua foto yang diambil bakal berkesan bagus meski yang ambil gambar amatir sekalipun. Ini baru satu langkah jalan aja tempatnya udah sebagus ini. Semakin ke dalam, tentu saja semakin bagus.. *mau nangis lagi T_T


Kita bebas jalan kemana aja untuk dapetin background foto yang bagus. Mau dominasi kuning, orange, merah, semua tersedia disini dan nggak akan berebut asal jago nyari spot.


Karena Nami Island ini terkenal sebagai lokasi syuting nya Winter Sonata, kebanyakan orang datang kesini biasanya di musim dingin. Tapi dari preferensi gue kalau liat gambar-gambar di google dan blog-blog orang, waktu terbaik datang ke Nami itu sepertinya memang di musim gugur.

sudahkah mirip dengan cover cover melodrama (?) wkwkw
Seperti biasanya, semakin ke dalam itu semakin bagus. Jadi perlu siapkan batere dan memori yang cukup untuk mengabadikan setiap momen karena memang worth to be di abadikan.


Tempat di foto atas ini sepertinya spot yang banyak diriku lihat di google. Bisa dilihat dari betapa buaaanyaaak orangnya yang foto disini saking terkenalnya dan betapa sulitnya mendapatkan foto tanpa bocor disini. Jujur aja suka heran sama orang yang bisa dapet foto bagus di tempat mainstream. Gimana caranya yak?

Menyerah mencoba foto ala-ala wallpaper windows disini, akhirnya gue melipir ke pinggiran pulau, tempat yang mungkin nggak terlalu ramai orang karena bukan area central.

Ternyata..
Aku menemukan ini...

.
Tree lane yang lebih indah dari tempat sebelumnya. *hiks~
Lokasinya persis disamping sungai yang mengelilingi pulau. Ramai sih, tapi tidak seramai tempat sebelumnya. Kalau inget gimana bagusnya lokasi ini, ku ingin menangis lagi rasanya..


Gue pilih area ini sebagai spot terbaik!!
Nggak tahu juga sih apa pengunjung lain belum pada sampai ketempat ini jadinya belum ramai, karena waktu gue disini, tidak terlalu banyak pengunjung dan gue bebas berlama-lama foto di area ini. Hasrat gue untuk membidik foto ala-ala cover drama sudah berhasil dipenuhi disini, jadi setelah ini, gue bisa jalan-jalan santay nikmatin suasana tanpa dibayang-bayangi ambisi jeprat-jepret. Yeay!


Setelah habis mengitari sisi barat pulau, kita berpindah ke sisi utara pulau. Overall pemandangan disini nggak jauh beda dengan yang gue lihat di sisi barat tapi lebih gersang karena jarak pohonnya jarang-jarang dan pohonnya pendek-pendek. Disini lebih banyak tempat hiburannya semacam kereta-kereta an dan bebek-bebekan.


Tapi tetep, di dermaga bebek pun pemandangannya baguusss T_T

Nggak kerasa waktu sudah menujukan pukul 13.00 lewat yang artinya sudah waktunya makan siang. Sengaja hari itu gue tidak bawa bekal karena di Nami Island ini terdapat restaurant halal bernama Asian Cuisine. Tentu saja waiting list karena ini satu-satunya restaurant halal di Nami dan kalau di lihat-lihat, di Nami ini banyak banget turis muslimnya. Nggak jauh-jauh dari orang Indonesia dan Malaysia. Sambil menunggu waiting list, kita sholat dzuhur dulu di musholla yang lokasinya juga ada di area restaurant ini.

Restaurant ini menjual berbagai macam makanan Asia. Gue pesen Nasi Goreng dengan niat untuk meng-compare dengan Nasi Goreng asli Indonesia seharga 13.000 KRW dan Jajangmyeon seharga 10.000 KRW. Kalau di kurs ke Rupiah ini emang mahal tapi porsi nya emang guede banget jadi nggak rugi-rugi amat.

Rasanya?
Nggak usah ditanya. Intinya kalau makan makanan korea ini nggak usah berekspektasi. Semua yang kita lihat sedep di drama itu hanyalah gimmick. Nasi gorengnya jelas jauh lebih enak nasi goreng tek-tek abang-abang gerobak.

Jajangmyeon nya?
Qu malah bertanya balik pada diri ini, paqah seperti ini rasa masakan otentik Korea? Lebih enak Jajangmyeon yang dijual di Mujigae sumpil karena ini totally hambar -_- Padahal bumbu jajang nya itu keliatan medok dan kentel tapi ternyata rasanya tidak seheboh tampilannya. Cuma ya berhubung hari itu kita mengeluarkan banyak energi dan gue sungguh lapar, semua itu tetap berhasil dilahap habis. 


Setelah selesai makan, kita memustukan untuk tidak melanjutkan perjalanan ke sisi utara pulau karena waktu menunjukan hampir pukul 14.00 dan kita masih harus pergi ke satu tempat yang jaraknya cukup jauh. Walau sebenernya masih ada satu tempat yang gue agak penasaran, tempat semacam dermaga yang menjorok ke sungai gitu dan sepertinya itu ada di sisi utara pulau karena tempat yang belum gue jamahi tinggal area utara itu.


Ini dia White Pane Tree Lane yang juga terkenal itu. Disini lah gue baru sadar kalau sejak awal ternyata gue berjalan melawan rute yang common dilalui orang-orang. Seharusnya, begitu tiba di Nami Wharf dan turun dari ferry, kita seharusnya mengambil jalan lurus. Karena disini banyak tulisan 'welcome' dan disini banyak tempat-tempat ramai turis bukan ke kanan seperti gue. Jadinya gue malah ketemu tulisan 'welcome', 'selamat datang' pakai Bahasa Indonesia dan patung 'apa kabar?' pakai baju adat Indonesia (walau itu baju adat nggak mirip sama baju daerah Indonesia) disaat gue mau pulang. Wkwkwk.. Tapi ini termasuk berkah loh, karena melawan arus ini, gue justru berhasil ke tempat-tempat bagus sebelum diserang kebanyakan orang.


Karena waktu itu sudah semakin siang dan pengunjung mulai membludak, gue buru-buru kembali ke Nami Wharf karena sudah tidak begitu nyaman. 

Overall gue puas selama berada disini.
Walau awalnya gue nggak ada keinginan untuk mendatangi tempat ini tapi tenyata tempat ini emang bener-bener bagus dan gue nggak nyesel sama sekali dateng kesini. Bener-bener healing dan bagusnya kebangetan. Nggak bisa digambarin lagi gimana cantiknya pulau ini bahkan memori kamera gue sampai hampir penuh saking nggak nampung keindahan pulau ini.

Bisa dikatakan juga gue beruntung karena menurut info temen sekamar gue yang pergi ke Nami dua hari setelah gue berangkat, mereka bilang autumn foliage nya sudah habis. Pohon kemerahan dan kekuningannya sudah banyak yang rontok. Hanya ada beberapa pohon yang tersisa dan itu ramai karena tinggal sedikit spot. Gue kaget juga pas dia bilang gitu karena waktu gue kesana itu masih bener-bener bagus. 

Apakah mungkin hanya dalam dua hari semua keindahan ini lenyap tak bersisa?
Satu sisi gue nggak percaya dia bilang gitu karena Nami ini luaaaas banget dan kayaknya nggak mungkin semua pohon warna-warni ini gugur dalam waktu sesingkat itu?
Apakah temen gue itu nggak masuk sampai ke sudut-sudutnya?
Tapi bisa juga suhu di Gapyeong mendadak minus dan menggugurkan semuanya mengingat kabut tebal dan suhu minus juga menyambut gue ketika gue tiba di Gapyeong.

Alhamdulillah banget gue masih bisa menikmati keindahan puncak musim gugur di pulau ini.

foto sebelum meninggalkan Nami
antrian kembali ke Gapyeong Wharf

See you again.. Nami-sseom!

You Might Also Like

0 komentar

Comment