Happy Ending Doesn't Exist

September 08, 2018


a happy ending doesn't exist.

Gue sharing ini karena gue pernah membuat fiksi dimana tokohnya tidak berakhir bersama. 

Teman-teman pembaca wattpad menyebut gue "such a cruel writer" hanya karena gue menulis "unbelievable-cruel-tragic story". Mereka ingin gue bertanggung jawab karena membuat dada mereka sesak gegara menangis bagai tsunami. Bahkan ada yang komen pake emoticon -_- doang saking dia keselnya kali sama gue. Ibarat gue kena boikot gitu. 
Kebanyakan dari mereka tidak bisa menerima sepenuhnya akhir cerita itu. Kebanyakan dari mereka kecewa.

Disitulah gue sadar akan sesuatu.
Tidak banyak orang yang suka cerita dengan akhir yang tidak sesuai keinginan mereka. Banyak orang yang tanpa mempertimbangkan keseluruhan ceritanya tetap mengatakan sebuah cerita buruk hanya karena berakhir tidak bahagia. Kita pasti punya ekspektasi sendiri saat menonton film atau membaca buku tapi karena ekspektasi itulah kita sering merasa kecewa. Secara psikologi bahkan bisa dijelaskan jika setiap manusia punya keinginan dasar untuk menghindari segala kesakitan. Secara natural, setiap manusia memang punya keinginan untuk tidak terluka. Human nature jika setiap orang ingin melihat dan mengalami hal-hal yang membahagiakan makanya gue nggak heran kalau banyak yang kontra sama tulisan gue itu. Gue juga seperti itu dulu. Gue selalu menginginkan akhir bahagia di semua cerita yang gue baca karena gue percaya nggak ada yang namanya kesukaran abadi. Gue percaya jika setiap pengorbanan akan membuahkan hasil karena kayaknya nggak adil aja kalau setelah melalui segala ujian ending nya tetap aja nggak bahagia.

Tapi, tidakkah itu terlalu naif? 

"Shouldn't every story end happily?
However, happiness has its own form, and in human relationships, happiness does not always mean together, right? If this is the ending of this story, I can fully accepted.
This beautifully written story doesn't have to be wrapped up with both characters ending up together and spending the rest of the life time together. It is enough to know that after years, they still hold each other deep inside their hearts. It was still a beautiful love. "
- seseorang meninggalkan komen itu di cerita gue.

That is such a major impactful comment I've get.

Kadang dari cerita yang gue buat sendiri itu, gue bisa mendapat impact yang berbeda dari reaksi pembaca. Itu kenapa gue suka menulis, to open more point of view.

The mature I had, I prefer stories that end up in an open ending nor sad. 
Why? 
Because that give us a lesson if not everything in this world goes happily. There are no fairy tale-liked stories. There is something called broken heart, there are disappointment, there are pain, and there are tears. Bahkan kenyataannya, dongeng yang gue baca waktu kecil kebanyakan juga sad ending -_- Kenyataannya akan selalu seperti itu. Hidup tidak selalu memberikan jawaban seperti apa yang dijanjikan. Jika kebahagiaan diartikan dengan kebersamaan, maka itu pasti sepaket dengan perpisahan. Akan ada hari dimana perpisahan mengakhiri kebersamaan itu. Jika tidak terpisah karena takdir Tuhan, bisa juga berakhir dengan ditinggalkan atau tergantikan. Selalu seperti itu.

Karena itu, gue mencoba menggeser prespektif gue akan deskripsi dari makna kata bahagia itu sendiri.

Happy is not always about two people are end up together.
Happy not about someone who managed to achieve his goals.

Jika pada akhirnya hidup tidak memberikan jawaban yang diinginkan, bukan berarti akhirnya layak disebut tragic ending. Hidup bukan hanya tentang Si Angel dan Evil yang harus mendapat hukuman dan apresiasi dari cara mereka hidup. Tapi tentang pelajaran apa yang mereka bawa dalam kisah mereka. Hidup tidak selalu memberikan jawaban seperti apa yang dijanjikan. Tapi tentang kebijaksanaa.

Karena gue percaya,
bahagia punya wujudnya masing-masing.

Sometimes it's better to giving up..
Sometimes it's better to letting go..

and we're here..
writing and living in this melancholic story..

You Might Also Like

0 komentar

Comment